Mari kita lanjutkan penjelasan pengajaran Tuhan Yesus yang sangat hebat itu secara sistematis. Hari ini kita akan melihat secara terperinci Matius 5:4, "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." Bagian firman Tuhan yang sejajar dengan ayat ini terdapat di dalam Lukas 6:21, yaitu bagian yang kedua dari ayat tersebut, "Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa." Bagi orang-orang yang menangis sekarang, Allah akan memenuhi bibir mereka dengan gelak-tawa pada hari itu. "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." Sekali lagi, ini sebenarnya bertolak belakang dari cara dunia berpikir. Dunia tidak menganggap dukacita sebagai satu kebahagiaan. Tuhan Yesus datang untuk membawa penghiburan bagi orang-orang yang berdukacita, dan kita mau menyelidiki pernyataan ini: apa artinya ini?
Dalam khotbah ekspositori, tujuannya ialah menjelaskan dengan terperinci arti firman Tuhan. Itulah tugas kita. Khotbah ekspositori menjawab hanya satu pertanyaan, yaitu, apa artinya Firman ini? Kita harus menjauhi cara berkhotbah yang membacakan satu teks Alkitab dan kemudian berkhotbah di seputar teks itu, atau menggunakan teks itu semata-mata sebagai satu alasan untuk mengatakan apa saja yang ingin dikatakan oleh pengkhotbah. Kita harus berpegang pada eksposisi, yakni, mengatakan, memahami dan menjelaskan apa yang ingin disampaikan oleh Tuhan Yesus kepada kita.
Penghiburan KeselamatanInilah pertanyaannya: pertama, kita harus bertanya: apakah yang dimaksud dengan dukacita yang disebutkan di sini? Apakah Tuhan Yesus bermaksud siapa saja yang berdukacita akan dihiburkan tanpa memperhatikan dukacita jenis apa, dan berdukacita karena apa? Apakah arti penghiburan yang sedang dibicarakan di sini? Apakah artinya bahwa 'mereka akan dihibur'? Apakah itu bermaksud, bahwa anda akan merasa senang, bahwa Tuhan Yesus akan membuat anda merasa senang kembali karena anda telah mengalami waktu yang menyedihkan? Nah, kita harus memahami kedalaman rohani dari ajaran Yesus ini.
Secara ringkas, penghiburan di dalam firman Tuhan, pada dasarnya berhubungan dengan keselamatan. Dihiburkan di dalam firman Tuhan, tidak semata-mata berarti diberikan satu perasaan yang senang, atau ditepuk-tepuk di punggung. Penghiburan berhubungan dengan penghiburan keselamatan. Sebagaimana semua ajaran Tuhan Yesus yang lain, ajaran-Nya ini berasal dari Perjanjian Lama (PL). Inilah yang dikatakan Yeremia 31:13, pada bagian kedua dari ayat tersebut, "Aku akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan, akan menghibur mereka dan menyukakan mereka sesudah kedukaan mereka." Bila anda melihat konteks kepada ayat ini, anda akan perhatikan bahwa ia berhubungan dengan keselamatan bangsa Yahudi, keselamatan bangsa Israel. "Aku akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan, kedukaan mereka menjadi kesukaan." Mazmur 30:12-13 mengatakan sesuatu yang hampir serupa, "Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kau ikat dengan sukacita, supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu." Di sini pemazmur menyaksikan bahwa Allah telah mengubah ratapannya menjadi tarian, menjadi kegembiraan karena sukacita.
Bila kita memperhatikan semua ini, maka kita dapat melihat bahwa penghiburan ini berhubungan dengan keselamatan. Yes. 40:1 bermula dengan kata-kata ini, "Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu." Dan penghiburan ini sebagaimana kita lihat dari Yesaya 40:1 dan seterusnya, berhubungan dengan kedatangan Tuhan untuk menyelamatkan umatNya. Dalam Lukas 2:25, penghiburan bagi bangsa Israel pada kenyataannya berarti keselamatan bagi bangsa Israel. Atau, jika anda melihat di 2 Korintus 1:6, penghiburan dan keselamatan disebutkan bersama-sama. Dan juga di 2 Tesalonika 2:16, keselamatan digambarkan sebagai penghiburan abadi. Oleh karena itu apabila anda membaca firman Tuhan, janganlah membacakan arti kita sendiri ke dalamnya bahwa penghiburan berarti Allah membuat anda merasa senang. Tentu saja penghiburan termasuk rasa senang, tetapi maknanya jauh lebih dalam daripada itu. Penghiburan di dalam firman Tuhan adalah penghiburan akan keselamatan kekal yang diberikan oleh Allah. Orang-orang yang berdukacita adalah orang-orang yang akan diselamatkan. Allah akan menghibur mereka dengan penghiburan yang kekal. Allah akan menghibur mereka dengan keselamatan. Karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami apa artinya penghiburan ini.
Bagaimana Kita Memperoleh Keselamatan?Kita telah melihat apa artinya penghiburan, sekarang apa artinya dukacita? Apa yang harus anda perhatikan di sini adalah, pertama-tamanya, bahwa keselamatan tidak berdasarkan satu kredo atau pengakuan iman. Kita tidak diselamatkan berdasarkan satu pengakuan iman atau kredo, bahkan kredo yang benar sekalipun. Memang penting untuk memiliki pengakuan iman yang benar. Itu memang baik. Tetapi keselamatan menurut ajaran Yesus dan menurut seluruh Perjanjian Baru, bukanlah satu keselamatan berdasarkan pengakuan iman.
Hari ini kita memberitakan keselamatan berdasarkan pengakuan iman. Selama anda mempercayai pengakuan iman yang benar dan menjadi anggota gereja yang benar, anda akan diselamatkan. Ajaran Tuhan Yesus tidak sedangkal itu. Marilah kita memahami hal ini dengan mendalam. Sekarang gereja cenderung memberitakan keselamatan berlandaskan kredo atau pengakuan iman. Tentu saja pengakuan iman penting, tetapi pengakuan iman semata-mata tidak akan menyelamatkan anda sekalipun anda mempercayainya dengan sepenuh hati.
Kita juga tidak diselamatkan karena perbuatan. Kita diselamatkan bukanlah karena perbuatan baik. Perbuatan baik sangat penting menurut PB, tetapi kita tidak diselamatkan karena perbuatan baik walaupun melakukan perbuatan baik sangat penting. Jadi, jika kita tidak diselamatkan karena pekerjaan maupun perbuatan baik, lalu kita diselamatkan karena apa?
Kita diselamatkan oleh kuasa Allah yang mengubah kita dan membuat kita menjadi manusia-manusia baru. Saya berharap pokok yang satu ini dipahami dengan sangat jelas, setidak-tidaknya di gereja ini dan oleh anda semua. Anugerah Allah diwujudkan di dalam kuasa-Nya yang mengubah kita. Kita diselamatkan bukan hanya oleh kematianNya melainkan juga oleh hidup-Nya. Kematian-Nya menjamin pengampunan dosa-dosa kita di masa lalu. Sedangkan hidupNya-lah yang mengubah kita, menurut Paulus di surat Roma. Kita diperdamaikan oleh hidup-Nya karena kita dibuat menjadi manusia-manusia baru atau orang-orang baru. Hidup kita sekarang, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup," menurut Paulus di Galatia 2:20, "melainkan Kristus yang hidup di dalam aku,". Iman adalah jalan yang membuat hidup kebangkitan Kristus datang ke dalam kita dan menjadikan kita manusia-manusia baru. Karena itu, kita harus menekankan bukan saja kematian Kristus tetapi juga kehidupan Kristus; bukan saja dosa-dosa kita di masa lalu sudah diampuni tetapi kita, sekarang, dibuat menjadi manusia-manusia baru oleh kuasa kebangkitan Yesus. Itulah keselamatan penuh.
Di seluruh gereja-gereja, kita menekankan hanya kematian Yesus dan seolah-olah hidup Kristus tidak berarti bagi kita. Namun Paulus berkata di Roma 5:10, "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" Itulah ajaran firman Tuhan. Paulus memahami ajaran Yesus dengan sempurna. Saya sering berkata bahwa semua yang diajarkan oleh Paulus adalah tafsiran ajaran Tuhan Yesus. Paulus hanya menafsirkan ajaran Tuhan. Saya tidak bermaksud bahwa tafsiran tidak penting. Tafsiran sangat penting untuk menolong kita memahami ajaran Tuhan dengan betul. Dengan kata lain, jika kita sampai pada satu pengertian atas ajaran Yesus yang berbeda dari eksposisi Paulus, maka kita tahu kita telah salah. Paulus ialah orang yang akan menuntun kita ke dalam pengertian yang benar akan ajaran Yesus. Paulus tentu saja mengatakan hal yang sama. Kita tidak diselamatkan karena pengakuan iman; kita tidak diselamatkan karena perbuatan; tetapi kita diselamatkan karena menjadi ciptaan baru. Hal ini sudah saya terangkan secara terperinci baru-baru ini.
Keselamatan Datang Kepada 'Manusia Baru' Yang BerdukacitaJadi, apakah yang dimaksud dengan manusia baru ini? Manusia baru adalah orang yang berdukacita. Jadi, apa maknanya ini? Di sini kita harus melihat dengan lebih mendalam karena terdapat sesuatu yang sangat penting untuk kita pelajari. Kata 'berdukacita' disini, tentu saja, menunjukkan kesedihan. Dukacita diungkapkan melalui tangisan air mata. Dukacita mengekspresikan emosi dan perasaan hati manusia yang paling dalam. Kekristenan kita sekarang terlalu dangkal. Tuhan Yesus melalui kata-kata ini menjangkau bagian kemanusiaan kita yang paling dalam. Apakah kehidupan Kekristenan kita dangkal atau tidak, itu tergantung kepada apakah kita memahami apa-apa tentang dukacita, dan saya menduga kita tidak mengerti apa maksudnya berdukacita.
Saya merasa sangat sedih ketika membaca penelitian terakhir yang dilakukan oleh Professor E., seorang sarjana Perjanjian Baru yang ternama. Di dalam karyanya yang terakhir atas injil Matius, tulisannya menjadi lambang kepada kegagalan untuk memahami arti berdukacita. Apa yang dikatakannya? Beliau berkata, "Kita tidak berdukacita tentang dosa; kita hanya membencinya." Dari sini beliau menyimpulkan bahwa: "Karena kita tidak berdukacita tentang dosa, lalu kita berdukacita karena apa? Kita berdukacita karena kita tertindas; kita teraniaya." Nah, apa yang beliau katakan ada benarnya, akan tetapi jauh menyimpang dari maksud ayat ini yang sebenarnya. Pernyataan itu tidak relevan dan bahkan tidak masuk akal, dan saya mengharapkan hal-hal yang lebih baik dari kesarjanaan Perjanjian Baru daripada hal-hal yang dangkal seperti ini. Saya mengatakan ini bukan karena saya ingin memukul atau menunjuk-nunjuk seseorang, tetapi karena pandangan tersebut menggambarkan dengan jelas pemikiran zaman ini, yaitu, kurangnya pengertian akan dukacita.
Mengapa saya mengatakan pernyataan itu tidak relevan? Pernyataan itu tidak relevan karena pokok persoalannya bukan apakah kita berdukacita karena dosa atau tidak. Pokok persoalannya ialah: kita berdukacita karena kita telah berdosa. Saya tidak berdukacita karena sesuatu yang disebut dosa. Saya berdukacita karena saya sendiri terlibat dalam perbuatan dosa. Itulah sebabnya kita berdukacita. Persoalannya bukan apakah kita berdukacita karena sesuatu yang abstrak dan kongkrit yang disebut dosa. Kita mungkin membenci dosa tetapi itu tidak menahan kita daripada berdukacita atas dosa yang melibatkan saya.
Contoh Dosa Yang Harus Kita Benci Dan Yang Membuat Kita BerdukacitaIzinkan saya memberi satu contoh mengenai hal ini. Saudara yang mengikuti berita akhir-akhir ini pasti telah mendengar akan tindakan yang keji dan penuh kebencian itu, di mana seorang buruh, berumur 22 tahun, menjatuhkan dua anak kecil dari Jembatan Jacques Cartier ke dalam air dingin di Sungai St. Lawrence. Korbannya, seorang anak laki-laki berumur 6 tahun dan seorang lagi, anak perempuan berumur 5 tahun. Tindakan ini sangat penuh kebencian. Sungguh menjijikkan bahwa orang ini, entah apa motifnya (dan tidak ada orang yang tahu apa motifnya karena ketika polisi menginterogasinya, ia menyatakan bahwa ia tidak mempunyai motif tertentu), mengambil anak-anak orang lain dan menjatuhkan mereka dari atas jembatan ke dalam air dingin dibawah. Kedua anak itu, tentu saja, mati membeku.
Tindakan ini penuh dengan kebencian. Sangat menyedihkan bahwa dosa seperti ini harus terjadi di dunia ini. Tentu saja kita membenci dosa, tetapi itu tidak menahan saya dari bersedih dan berdukacita. Berdukacita karena dua anak-anak yang tidak bersalah harus binasa karena tindakan yang penuh kebencian ini. Saya tidak dapat menahan dukacita saya apabila saya memikirkan penderitaan yang ditimpakan ke atas orangtua anak-anak yang mati itu. Mereka mati dalam keadaan yang begitu mengerikan. Sebagaimana yang anda tahu, seorang ibu menunggu berhari-hari dalam keadaan stres dan gelisah untuk mendengarkan kabar tentang anak perempuannya, dengan harapan bahwa mungkin anak perempuan satu-satunya akan kembali, tetapi (setelah sekian banyak hari menunggu dalam kegelisahan) hanya mendengar bahwa anak perempuan yang dikasihinya telah dijatuhkan ke dalam air dingin di Sungai St. Lawrence. Tidakkah kita sedih? Tidakkah kita menangis bersama mereka yang menangis? Mengatakan bahwa dosa harus dibenci tetapi kita tidak perlu berdukacita karena dosa, adalah tidak relevan. Pernyataan itu tidak masuk akal.
Saya tidak bersedih karena dosa tersendiri. Saya bersedih karena akibat/konsekwen dari dosa. Saya berdukacita karena saya sendiri terlibat dalam berbuat dosa. Saya merasa sangat sedih mendapati seorang sarjana PB membuat pernyataan yang tidak relevan dan tidak masuk akal seperti ini. Saya mengatakan ini bukan dengan maksud untuk menyerang sarjana ini, melainkan untuk menunjukkan bahwa pandangan seperti ini mencerminkan roh jaman ini yang tidak mengerti apa artinya berdukacita dan menolaknya dengan pernyataan, "Kita tidak perlu berdukacita karena dosa, kita hanya perlu membenci dosa." Saya masih dapat berdukacita atas apa yang saya benci. Saya tidak perlu memilih di antara dukacita atau benci. Menurut saya seseorang seperti beliau setidak-tidaknya harus mengetahui cukup banyak tentang kehidupan dan logika untuk tidak melakukan kekeliruan seperti ini.
Dukacita Yang Sungguh-Sungguh Dan BerkelanjutanLebih dari itu, pernyataan itu bahkan tidak benar menurut firman Tuhan, dan saya akan menunjukkan mengapa. Dan ini merupakan kekeliruan yang paling serius. Saya harap anda tidak akan melakukan kekeliruan seperti ini. Di sini kita berbicara tentang suatu dukacita yang tidak bersifat sentimental. Dukacita ini adalah suatu dukacita yang mengungkapkan perasaan jiwa yang paling dalam. Saya merasa curiga bahwa, sama seperti sarjana tersebut dan begitu banyak orang Kristen di zaman ini, kita tidak mengerti apa artinya berdukacita. Kita menolaknya dan berkata bahwa berdukacita hanya untuk orang-orang yang tertindas dan orang-orang yang teraniaya. Dan karena kita tidak tertindas dan teraniaya, kita tidak ada alasan untuk berdukacita. Itu adalah satu kekeliruan.
Di dalam bahasa Yunani, Tuhan Yesus menggunakan bentuk 'partisip present' yang berarti, "....mereka yang sentiasa berdukacita...." atau "....mereka yang secara terus menerus berdukacita...." Tuhan Yesus sedang menjelaskan satu sikap hati yang terus menerus. Dan hal ini dipahami oleh Lukas dengan baik sekali: bahwa orang yang menangis sekarang akan tertawa di masa depan. Kata 'sekarang' merujuk kepada 'zaman ini' atau 'di zaman yang gelap dan berdosa ini'.
Nah, apa artinya dukacita yang disebutkan disini? Kata 'dukacita' dalam bahasa Yunani dijelaskan oleh Uskup Besar Trench, seorang professor di King's College, London di mana saya pernah belajar. Profesor Trench, di dalam bukunya yang berjudul Sinonim Perjanjian Baru, mengatakan bahwa kata 'dukacita' ini adalah suatu kesedihan yang menguasai seseorang sehingga tidak dapat disembunyikan. Oleh karena itu, menurut beliau, di dalam firman Tuhan kata 'dukacita' sering dihubungkan dengan kata 'menangis'. Itulah alasannya mengapa dalam Lukas kata 'menangis' dipakai dan dalam Matius 'berdukacita'. 'Menangis' adalah ekspresi lahiriah dari kesedihan batiniah yang dalam. Sekali lagi saya mengingatkan bahwa Tuhan Yesus tidak berkata orang yang pernah berdukacita di waktu lampau akan dihiburkan, tetapi orang yang secara terus menerus berdukacita, atau menurut Lukas, "orang yang menangis sekarang" atau "orang-orang yang berdukacita sekarang". Ini merupakan satu sikap hati yang terus menerus. Kita tidak boleh mengizinkan penafsiran yang dangkal atas teks ini. Anda harus memahami semangat dari ajaran PB.
Lima Tahap Dukacita Di Dalam Kehidupan KekristenanApabila saya menyelidiki Alkitab mengenai pokok ini, saya menjadi kagum akan betapa dalam dan kayanya ajaran yang disimpulkan Tuhan Yesus di dalam satu kalimat ini, "Berbahagialah orang yang berdukacita." Mengapa berbahagia? Mengapa berbahagialah orang yang berdukacita? Bila saya menyelidiki ajaran PB, saya menemukan bahwa terdapat lima tahap dan setiap tahap membawa kita lebih dalam ke dalam inti dari dukacita rohani. Setiap tahap membawa kita lebih dalam, sehingga ke tahap terakhir di mana kita menjadi makin serupa dengan Penyelamat kita yang digambarkan dalam Yesaya 53:3, "seorang yang penuh kesedihan dan yang biasa menderita kedukaan." Itulah sebabnya Yesus Kristus dapat menjadi Penyelamat kita.
Pada masa kini, kita memiliki suatu kekristenan yang dangkal, yang tidak mengerti apa-apa tentang berdukacita, yang tidak mengerti apa-apa tentang penderitaan. Alangkah baiknya jika Allah mengajar kita untuk menangis! Jadi, apakah kelima langkah itu?
1. Dukacita Karena PertobatanYang pertama adalah dukacita karena pertobatan. Kita menemukan dukacita jenis ini dimana-mana di seluruh Perjanjian Baru, maupun Perjanjian Lama. Itulah sebabnya saya tidak dapat mengerti sama sekali apa yang dikatakan oleh profesor tersebut. Apakah beliau tidak tahu apa artinya pertobatan? Saya pernah melihat seorang pria menangis selama satu setengah jam karena dosa-dosanya. Ia bertelut di hadapan Tuhan dan menangis. Ia menangis karena dosa-dosanya. Untuk mengatakan bahwa kita tidak menangis karena dosa-dosa kita - kita hanya membencinya - adalah satu kedangkalan yang tidak masuk akal! Menyedihkan! Jelas, profesor itu belum pernah menangis karena dosa-dosanya! Bagaimana mungkin seseorang dapat mengatakan hal seperti ini? Apakah anda pernah menangis karena dosa-dosa anda, dosa-dosa yang telah anda lakukan atau bagaimana anda telah menyakiti seorang yang lain? Tidak pernahkah anda menangis karena dosa-dosa anda? Kekristenan seperti apa ini? Betapa dangkalnya Kekristenan seperti ini! Izinkan saya membuktikan kepada anda, bahwa dukacita karena dosa ini terdapat dimana-mana di dalam firman Tuhan.
Jika anda melihat dalam Perjanjian Lama, anda dapat menemukannya dimana-mana. Mazmur 39:13 (dan pemazmur mengenal dukacita seperti ini dengan baik) berbunyi, "Dengarlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku menumpang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku." Orang ini mengerti apa itu pertobatan. Mengapa saya berkata pertobatan? Karena di ayat 9 ia berkata, "Lepaskanlah aku dari segala pelanggaranku..... janganlah berdiam diri melihat air mataku." Tidak heran mengapa pemazmur adalah seorang manusia Allah. Ia mengerti apa artinya menangis karena dosa, dan tidak menolak dengan pernyataan teologis bahwa dosa harus semata-mata dibenci. Tentu saja kita membenci dosa; tetapi kita harus juga berdukacita karenanya. Kita dapat menemukan hal ini di seluruh Perjanjian Lama.
Izinkan saya membacakan kepada anda satu bagian firman Tuhan lagi dari Yesaya 22 yang menyatakan bahwa panggilan kita adalah panggilan untuk bertobat, panggilan untuk menangis. Mari kita melihat Yesaya 22:12. Apa yang dikatakan oleh nabi besar Yesaya di sini? "Pada waktu itu Tuhan, TUHAN semesta alam menyuruh orang menangis dan meratap dengan menggundul kepala dan melilitkan kain kabung;" Menggundul kepala; pada zaman itu apabila orang berdukacita, mereka seringkali mencukur kepala mereka. Atau lebih dahsyat lagi, ada orang yang langsung mencabut rambut dari kepala mereka. "Menggundul kepala dan melilitkan kain kabung"; mereka melilitkan kain kabung ketika mereka berdukacita. Orang Cina mengenakan pakaian putih apabila mereka berdukacita; atau, orang Barat mengenakan ban lengan berwarna hitam. Akan tetapi, apa yang dikatakan di ayat selanjutnya? Sama seperti manusia zaman ini yang tidak mengerti apa-apa tentang dukacita, Allah memanggil mereka supaya menangis dan berdukacita, "tetapi lihat, di tengah-tengah mereka ada kegirangan dan sukacita, membantai lembu dan menyembelih domba, makan daging dan minum anggur, sambil berseru: "Marilah kita makan dan minum sebab besok kita mati!"
Allah memanggil kita untuk berdukacita, tetapi kita berkata, "Kami tidak mau berdukacita karena dosa. Oh tidak! Kami ingin bersukacita dan bersenang-senang. Kami akan membantai lembu dan menyembelih domba dan makan daging dan minum anggur. Kami akan makan dan minum, sebab besok kami mati! Jadi, lebih baik kami menikmati selama masih ada sekarang." Perhatikan ayat 14: Tetapi TUHAN semesta alam menyatakan diri dan berfirman kepadaku: "sungguh, kesalahanmu ini tidak akan diampuni, sampai kamu mati," firman Tuhan, TUHAN semesta alam. Suatu umat yang tidak tahu apa artinya berdukacita dan menangis, tetapi berkata, "Kami akan menikmati hidup kami selama masih ada hari ini." Allah berkata, "Dosa ini - ketidaksanggupan untuk menangis dan berdukacita karena dosa itu - tidak akan diampuni sampai kamu mati." Perhatikan bahwa firman Tuhan tidak ada kaitannya dengan kedangkalan yang digambarkan di atas. Panggilan kita adalah panggilan untuk bertobat, panggilan untuk menangis.
Kita menemukan hal yang sama di tempat lain seperti Yoel 2:12 di mana dukacita dikaitkan dengan berpuasa dalam ayat 15. Kita menemukan hal ini di begitu banyak tempat dalam firman Tuhan. Kita melihat satu bagian firman Tuhan lagi di Pengkhotbah 7:3-4, dan inilah yang dikatakan oleh pengkhotbah yang arif itu, "Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria." Saya kuatir sekarang ini kita lebih condong berada di rumah orang bodoh, rumah tempat bersukaria. Kita masih belum mengerti apa artinya berdukacita, dan oleh karena itu kita tidak mengerti apa artinya sukacita yang sejati. Orang yang tidak tahu apa artinya menangis tidak tahu apa artinya kelegaan. Inilah yang dikatakan oleh pengkhotbah di sini, "Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega." Tidak ada hal yang lebih menyegarkan dibandingkan dengan air mata pertobatan: seumpama kedatangan sinar matahari yang menggembirakan setelah hujan turun; setelah hujan turun, muncul kehangatan sukacita Allah di dalam sinar matahari. Orang yang tidak tahu bagaimana untuk menangis tidak tahu apa artinya bersukacita. Mereka pikir bahwa sukacita terdapat di rumah tempat bersukacita, di mana mereka bermain-main di dalam keriangan yang dangkal. Saya rasa inilah yang begitu menjadi ciri roh zaman ini.
Itulah alasannya mengapa di Yakobus 4:9, Yakobus berkata, "Berdukacitalah! Merataplah!" Panggilan Yakobus, sama seperti panggilan Yesaya, adalah panggilan untuk meratap dan berdukacita dalam pertobatan. Yakobus 4:9, "Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan rataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita. Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu." Itu adalah panggilan untuk berdukacita, untuk menangis karena itu adalah panggilan supaya bertobat, seperti yang kita lihat dari ayat 8: "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!" Berdukacitalah, kamu yang mendua hati, kamu orang-orang berdosa. Kita melihat bahwa berdukacita di sini tidak ada hubungannya semata-mata dengan penindasan atau penganiayaan. Dukacita tersebut berhubungan dengan pertobatan, pertobatan yang bersungguh-sungguh dari dosa.
Kita menemukan hal yang sama dalam 2 Korintus 7:10, dan ayat ini merupakan satu ayat yang sangat penting. Di sini rasul Paulus berkata, "Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." "Dukacita menurut kehendak Allah", menurut Paulus, menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan; tetapi "dukacita yang dari dunia" -- perhatikan bahwa terdapat dua macam dukacita - tidak semua dukacita, tidak semua tangisan dapat menyelamatkan. Terdapat satu dukacita menurut kehendak Allah, dan satu lagi dukacita yang dari dunia. Dukacita yang dari dunia tidak menghasilkan apa-apa melainkan kematian, karena ia tidak berdasarkan iman tetapi ketidakpercayaan. Di 1 Tesalonika 4:13 Paulus berkata kepada jemaat Tesalonika, "kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak ada pengharapan." Kita mungkin saja menangis, tetapi kita tidak harus menangis seperti orang-orang lain yang tidak ada pengharapan, yaitu orang-orang yang tidak percaya kepada Allah. Kita menangis karena pertobatan dari dosa.
Itulah tahap pertama di dalam kehidupan kekristenan. Kita mengawali kehidupan kekristenan dalam tangisan dan kita tidak akan berhenti menangis di sepanjang kehidupan ini. Di dalam dunia di mana kita tinggal sekarang - dunia yang penuh dengan dosa - bagaimana mungkin kita dapat berhenti menangis sehingga zaman baru itu datang, sehingga kerajaan Allah terbentuk, sehingga kehendak Allah terjadi di dunia seperti di surga? Kita semua seperti Lot, yang disebutkan dalam 2 Petrus 2:7-8 bahwa Lot berdukacita karena dosa-dosa generasinya. Lot, sebagai seorang yang benar, terus menerus menderita dan tersiksa oleh cara hidup orang yang tidak mengenal hukum. Begitu pula nasibnya dengan orang-orang Kristen di zaman ini: terus menerus menderita dan berdukacita di dalam hati. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kedangkalan rohani! Menangis akan menjadi nasib kita di sepanjang kehidupan ini sehingga kerajaan Allah datang ke dunia ini dan didirikan dengan sepenuhnya di atas bumi ini di dalam kuasa-Nya.
Sekarang kita masuk ke tahap yang kedua dan dukacita di tahap ini berhubungan erat dengan yang pertama. Kita tidak perlu sentiasa menangis karena dosa-dosa yang telah kita lakukan di masa lalu dalam pertobatan. Memang itu adalah langkah yang pertama. Setelah Allah mengampuni dosa-dosa kita, kita tidak terus menerus menangis karena dosa-dosa itu lagi. Sekalipun kita masih dapat mengingat dosa-dosa itu dengan rasa sedih, kita tidak perlu terus menerus meminta pengampunan. Allah telah mengampuni dosa-dosa kita dan dukacita kita berubah menjadi sukacita karena pengampunan itu. Tetapi sekarang kita tiba di tahap kedua.
2. Berdukacita Karena Konsekwensi/Akibat DosaYang berhubungan erat dengan dosa adalah konsekwensi atau akibat dosa. Apakah akibat dosa? Akibat dari dosa adalah penderitaan dan kematian. Dan akibat-akibat dosa ini terdapat di mana-mana di sekeliling kita. Salah satu contoh dari akibat dosa di dunia adalah seperti pria yang saya sebutkan tadi yang menjatuhkan anak-anak kecil ke dalam Sungai St. Lawrence. Kejam! Brutal! Dosa mengakibatkan penderitaan dan kematian kepada orang lain. Suatu hari kelak, kita mungkin menjadi korban karena dosa yang terdapat di sekeliling kita. Oleh karena itu kita berdukacita. Kita menangis karena hal-hal seperti ini.
Dalam Wahyu 21:4 - saya memberikan kepada anda ayat-ayat referansi ini supaya anda dapat melihat bahwa saya bukan menyampaikan pendapat saya. Saya menasihati anda supaya memeriksa setiap khotbah yang anda dengar apakah alkitabiah atau tidak. Janganlah anda menerima kata-kata saya begitu saja. Firman Allahlah yang harus anda terima. Jika anda menemukan sesuatu yang saya beritakan ini tidak alkitabiah, anda harus menolaknya. Dalam Wahyu 21:4 kita mendapati bahwa "Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka....." Bukan sekarang. Pada hari itu, pada hari Tuhan, Ia akan menghapuskan segala air mata. Sehingga hari itu, kita masih akan mencucurkan air mata. Tetapi pada hari itu, pada hari turunnya Yerusalem yang baru, langit yang baru dan bumi yang baru, "Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi.....". Tetapi sampai hari itu datang, masih ada maut. Apabila orang-orang yang kita cintai meninggalkan kita, atau kita meninggalkan orang-orang yang kita cintai, akan terjadi kesedihan dan kedukaan, karena siapa yang mau mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang yang dicintai? Pada hari itu, maut tidak ada lagi. Tetapi sampai hari itu datang, maut tetap akan bersama-sama dengan kita. "...tidak akan lagi ada perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." Melihat orang lain menderita turut mendukakan kita. Kalau kita sendiri yang menderita, dukacitanya tidak seberapa. Tetapi melihat orang yang kita cintai menderita, adalah jauh lebih menyakitkan. Seringkali kita lebih rela menderita sendiri daripada melihat orang yang kita cintai menderita.
Kita berdukacita karena akibat dosa. Kita bersedih karena masih ada begitu banyak penderitaan. Dari Yohanes 11:35 kita mendapati Tuhan Yesus menangis karena keadaan Lazarus dan keluarganya. Yohanes 11:35 berbunyi seperti ini, "Lalu menangislah Yesus." Salah satu ayat yang paling singkat di dalam Alkitab adalah Yohanes 11:35 yang terdiri hanya dari tiga kata. Mengapa Yesus menangis? Karena Ia melihat keadaan manusia yang begitu menyedihkan. Tidakkah keadaan manusia yang melarat menyentuh hati anda? Apakah keadaan manusia yang diperhambakan oleh dosa tidak menyebabkan anda berdukacita? Saya melihat begitu banyak orang Kristen yang tidak peduli. Mereka terlalu sibuk menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka tidak peduli tentang orang lain yang sedang tenggelam dalam rawa dosa. Orang-orang lain sedang binasa tidak terlalu menganggu mereka. Pada akhirnya, mereka hanya menginginkan keselamatan diri mereka sendiri. Kekristenan seperti ini, yang begitu dangkal, apakah kita tidak berdukacita? Tuhan Yesus melihat orang-orang yang berdukacita dan menangis atas kematian Lazarus, dan Ia turut menangis. Betapa menyedihkan!
Inilah tahap yang kedua, di mana kita tidak lagi semata-mata menangisi dosa kita sendiri tetapi kita belajar untuk menangis karena dosa dunia ini. Kita belajar untuk berbelas kasihan atas orang-orang tidak percaya, yaitu mereka yang seperti domba-domba tanpa gembala, dicabik-cabik oleh serigala. Mereka tidak tahu siapa yang memberitakan kebenaran dan siapa yang memberitakan dusta. Mereka bingung, sesat dan tidak tahu harus berpaling ke arah mana. Ada yang terperangkap di antara semak duri, ada yang terjatuh ke dalam parit dan tidak bisa keluar, mengembik meminta pertolongan tetapi tidak ada yang datang menolong. Terdapat terlalu banyak orang Kristen, sama seperti orang Lewi itu, hanya berjalan melewati orang yang setengah mati itu dari seberang jalan, seolah-olah berkata, "Bukan masalah aku." Mereka tidak mengasihani orang yang mengalami luka-luka itu sama sekali. Mereka tidak terganggu sama sekali. Mereka tidak tergerak oleh belas kasihan. Tetapi Tuhan Yesus tidak seperti itu - Ia penuh dengan belas kasihan.
3. Berdukacita Karena PenganiayaanIni membawa kita ke tahap yang ketiga. Di sini kita sampai kepada pokok yang dibicarakan oleh professor E. itu tadi. Kita juga berdukacita karena penganiayaan, atau penindasan: yaitu, apabila orang benar ditindas oleh orang tidak benar. Sekarang kita berdukacita bukan hanya karena berbelas kasihan atas orang-orang berdosa, tetapi juga atas orang-orang benar, atas orang-orang yang dianiaya karena kebenaran. Kita juga menemukan pokok ini di Khotbah Atas Bukit, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran." Saya menangis karena saudara-saudara kita di Negeri Cina yang dianiaya dan menderita. Seperti kata firman Tuhan, "Menangislah dengan orang yang menangis!" Paulus menasihati orang-orang Kristen di Roma 12:15 agar, "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!" Dengan kata lain, kita belajar untuk tidak menutup diri, tetapi kita belajar untuk bersimpati dengan orang lain di dalam suka dan duka mereka. Jadi kita harus bertumbuh sampai ke tahap ketiga ini di mana kita berbelas kasihan atas orang-orang benar dan mempedulikan mereka yang dianiaya. Tentu saja, kadang-kadang kita menangis karena kita sendiri juga dianiaya. Kita tidak perlu merasa malu karena itu, karena ini hanya menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang tidak beres dengan orang yang menganiaya kita.
Perhatikan bahwa pengajaran firman Tuhan mengenai hal ini sangat jelas sekali. Di Mazmur 6:6 kita mendapati bahwa pemazmur banyak mengenal penderitaan yang disebabkan oleh penganiayaan. Kita menderita demi kemuliaan nama-Nya. Sekalipun kita menganggap penderitaan demi nama-Nya sebagai satu penghargaan, kita tetap merasa sedih mengingat terdapatnya orang-orang yang begitu kejam, dan tidak peka terhadap kebenaran. Pemazmur berkata dalam Mazmur 6:7-8, "Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku. Mataku mengidap karena sakit hati, rabun karena semua lawanku." - semua lawanku. Siapa yang suka ditindas? Siapa yang menikmati penindasan, kecuali kita mempunyai mentalitas yang aneh, semacam mentalitas yang suka dianiaya, yang bermegah karena dianiaya. Kita menangis tetapi orang lain tidak mengerti. Kita menangis bukan semata-mata karena orang lain tidak memahami kita tetapi karena mereka pergi sejauh memfitnah kita, menindas kita karena kita berpegang kepada kebenaran. Pemazmur memahami hal ini dengan begitu baik dan ia berdukacita karenanya. Pemazmur berkata di ayat 9, "Menjauhlah dari padaku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan, sebab TUHAN telah mendengar tangisku;" Tinggalkan aku seorang diri, kamu pembuat kejahatan. Ayat 10-11, "TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN menerima doaku. Semua musuhku mendapat malu dan sangat terkejut; mereka mundur dan mendapat malu dalam sekejap mata."
Kita tidak dapat memahami sentimen pemazmur yang mendalam ini jika kita tidak pernah membela kebenaran. Jika anda tidak pernah membuat pendirian yang tegas untuk membela kebenaran, tentu saja, tidak ada orang yang akan menentang anda. Apabila anda ditentang, apabila orangtua anda berpaling dari anda, apabila orang yang anda cintai menolak anda, tentu saja anda bersedih dan berdukacita.
Saya tahu apa rasanya ditolak. Saya tahu apa rasanya karena ketika saya memutuskan untuk melayani Tuhan, orangtua saya tidak mau melihat saya lagi. Saya adalah anak tunggal dan saya ditolak orangtua! Setiap kali saya pulang ke rumah, orangtua saya akan memberitahu saya dengan jelas bahwa saya tidak diterima dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini, "Kapan kamu akan pergi? Berapa lama kamu akan tinggal? Apakah kamu segera akan berangkat?" Hati saya hancur. Bahkan orangtua saya tidak menerima saya lagi. Pemazmur juga pernah berkata, "Sekalipun seorang ayah meninggalkan anaknya, dan seorang ibu melupakan anaknya, tetapi Allah tidak akan meninggalkan aku." Apakah anda tahu apa artinya membuat pendirian untuk membela kebenaran? Sebelum anda mencapai titik itu, tidak ada orang yang akan menganiaya anda. Maksud saya, jika anda tidak pernah berbuat apa-apa, anda tidak pernah membela apa-apa, siapa yang akan menindas anda? Anda tidak mengibarkan bendera, anda tidak mempunyai pendirian; siapa yang akan menentang anda?
Kita melihat hal yang sama dalam Mazmur 42. Saya akan membacakan Mazmur ini kepada anda juga supaya anda dapat mengerti bagaimana Tuhan Yesus menyimpulkan seluruh pengajaran Kitab Suci di dalam ajaran-Nya yang menakjubkan itu. Hanya Tuhan Yesus yang dapat melakukan hal seperti ini, karena tak seorangpun yang dapat mengajar seperti Dia. Tidak heran mengapa banyak orang menjadi takjub mendengar pengajaran-Nya. Tak seorangpun yang mengajar seperti Yesus. Dan Yesus dapat memadatkan begitu banyak kebenaran ke dalam beberapa patah kata, sehingga untuk menerangkannya saja, kita harus menganalisanya poin demi poin, langkah demi langkah, untuk mengeluarkan kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Mazmur 42:4 berbunyi, "Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?" "Kamu sekarang berada dalam kesulitan. Kamu sekarang menderita. Di mana Allahmu? Allahmu telah melupakan kamu!!" Mereka mengolok-olok aku; mereka mentertawakan aku. Saudara-saudara kita di Cina banyak mengalami penderitaan seperti ini, "Di mana Allahmu, hah? Kamu sekarang dihukum kerja berat. Kamu sekarang berada di dalam penjara. Apakah Allahmu tidak akan menolong kamu? Tidak dapatkah Ia mengutus malaikat untuk membebaskan kamu dari penjara? Di manakah Allahmu?"
"Air mataku menjadi makananku siang dan malam." Apakah anda mengenal penderitaan seperti ini? Selanjutnya di ayat 10-11, "Aku berkata kepada Allah, gunung batuku: "Mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?" Seperti tikaman maut ke dalam tulangku lawanku mencela aku, sambil berkata kepadaku sepanjang hari: "Di mana Allahmu?"" Apakah Allahmu sudah tertidur? Lihat, anda berada dalam kesulitan sekarang. Allahmu tidak melakukan apa-apa. Ketika Tuhan Yesus tergantung di atas kayu salib mereka berkata, "Di mana AllahMu? Mungkin Allah-Mu akan menurunkan Engkau dari atas salib."
"Bukankah kekristenan kamu tipe kekristenan yang mengatakan bahwa Allah akan menaruh gula-gula ke dalam mulutmu? Dan setiap kali kamu mengalami kesulitan, Allah akan mengeluarkan uang jaminan? Dan setiap kali kamu menghadapi jalan buntu, Ia akan membuka jalan? Bukankah begitu? Nah, sekarang kamu berada di dalam kesusahan dan kamilah yang menjadi penyebab kesusahanmu - jadi apakah yang akan dilakukan oleh Allahmu?"
"Air mataku menjadi makananku siang dan malam." Allah tidak pernah menjanjikan sinar matahari tanpa hujan. Ia tidak menjanjikan bunga-bunga di sepanjang perjalanan kehidupan kita ini. Yesus memanggil kita supaya memikul salib dan mengikut Dia. Dan memikul salib berarti kita akan mati. Ketika kita sedang disalibkan, musuh kita akan mengolok kita dan berkata, "Jika Allahmu benar, turunlah dari salib." Apa yang tertutup kepada mereka adalah kebangkitan di waktu akan datang. Allah akan berbuat sesuatu yang jauh lebih besar daripada menurunkan Dia dari atas salib. Allah akan membangkitkan Yesus dari kematian. Allah tidak mau semata-mata melepaskan Yesus dari kematian, tetapi Allah menunggu sehingga Yesus mati dulu dan kemudian membangkitkan Dia. Dan Allah akan melakukan hal yang sama untuk kita juga.
Inilah pokok yang ketiga: menangis karena penindasan dari musuh. Kita dapat melanjutkan dengan Mazmur 56:9 dan seterusnya di sepanjang mazmur-mazmur - menangis karena penindasan.
4. Menangis Karena Dosa-Dosa Umat AllahKita melanjutkan ke tahap keempat. Perhatikanlah kekayaan yang terdapat di dalam ajaran Yesus. Apakah tahap yang keempat? Di tahap ini, kita menangis karena dosa-dosa umat Allah. Apakah anda peduli akan apa yang sedang terjadi di dalam gereja Tuhan? Di tahap ini, kita sampai ke suatu titik di mana kita dapat melihat umat Allah dengan mata Allah sendiri. Saat kita melihat dosa-dosa umat-Nya, kita berdukacita dan menangis. Kita bersyukur kepada Allah untuk nabi-nabi-Nya di Perjanjian Lama yang menangisi dosa-dosa umat Allah: Ezra, Nehemia, Yeremia dan Yesaya.
Lihatlah Ezra, abdi Allah yang besar, yang memulihkan bangsa Israel itu. Ezra berkata di kitab Ezra 10:6, "Sesudah itu Ezra pergi dari depan rumah Allah menuju bilik Yohanan bin Elyasib, dan di sana ia bermalam dengan tidak makan roti dan minum air, sebab ia berkabung karena orang-orang buangan itu telah melakukan perbuatan tidak setia."
Di manakah umat Allah pada zaman ini yang menangis karena ketidaksetiaan orang-orang buangan di dunia ini? Orang-orang buangan, tentu saja, adalah sisa bangsa Israel yang telah dibuang ke dalam perbudakan setelah Yerusalem dihancurkan. Akan tetapi, sekalipun penghakiman dijatuhkan ke atas mereka, mereka masih belum mempelajari apa-apa. Mereka masih hidup dalam dosa. Mereka masih lagi tidak setia. Betapa kerasnya hati umat pilihan Allah! Mereka tidak peka terhadap dosa sama sekali! Mereka tidak menangis karena dosa. Mereka mengatakan bahwa kita hanya perlu membenci dosa. Apa yang dimaksud dengan 'membenci dosa'? Jikalau anda tidak menangisinya, mengapa anda harus membencinya? Saya memang senang melihat kebencian terhadap dosa. Akan tetapi saya tidak menemukan sikap itu di mana-mana karena orang-orang yang tidak menangis karena dosa, juga tidak akan membenci dosa. Itulah kenyataannya. Hanya setelah kita melihat kerusakan yang diakibatkan dosa, dan dukacita yang disebabkan dosa, kita mulai membencinya. Jika dosa tidak merugikan kita, mengapa kita harus membencinya?
Ezra menangis karena ketidaksetiaan orang-orang buangan. Ia berpuasa: tidak makan roti dan minum air. Dan ia berkabung. Sebagai akibatnya, Allah membawa pemulihan kepada Israel. Allah tidak akan membawa pemulihan kepada gereja kecuali kita belajar untuk menangisi dosa gereja. Kita menemukan hal ini di mana-mana saja dalam Perjanjian Lama. Satu contoh yang lain adalah Yeremia. Saya akan membacakan kepada anda Yeremia 9:1. Seperti yang telah saya sebutkan tadi, saya memberikan ayat-ayat ini karena saya ingin anda mengerti bahwa apa yang saya bicarakan adalah Firman Allah. Saya tidak mengatakan apa-apa dari diri saya sendiri. Yeremia 9:1 adalah salah satu ayat yang paling dalam di dalam firman Tuhan dan ia benar-benar berbicara kepada saya. Di mana dapat kita menemukan manusia Allah seperti Yeremia di zaman ini? Apa yang dikatakan oleh Yeremia? "Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan menangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh!" Mengapa? Karena Yeremia dapat meramalkan bahwa Israel akan dibinasakan. Ia sudah melihat hal itu di dalam penglihatannya. Ia sudah melihat bahwa Israel tidak akan bertobat. Maka ia berkata, "Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata supaya aku dapat menangis. Aku tidak punya cukup air mata untuk menangisi umat ini. Aku tidak cukup air mata!"
Ayat 2 mengatakan, "Sekiranya di padang gurun aku mempunyai tempat penginapan bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan, maka aku akan meninggalkan bangsaku dan menyingkir dari pada mereka! Sebab mereka sekalian adalah orang-orang berzinah, suatu kumpulan orang-orang tidak setia." Bangsa Israel adalah 'orang-orang berzinah' dan 'orang-orang tidak setia'. Selanjutnya ayat 3 mengatakan, "Mereka melenturkan lidahnya seperti busur; dusta dan bukan kebenaran merajalela dalam negeri; sungguh, mereka melangkah dari kejahatan kepada kejahatan, tetapi TUHAN tidaklah mereka kenal." Umat Allah, Israel, umat pilihan Allah, melangkah ke mana? Yeremia berkata, "Dari kejahatan kepada kejahatan." Oleh karena itu mereka akan dibunuh, mereka akan dibinasakan. "Oh, sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata supaya aku dapat menangis."
Seluruh kitab Ratapan adalah ratapan. Ratapan - sebuah kitab di dalam Alkitab dikhususkan untuk berdukacita. Meratap artinya berdukacita, menangis - pertama menangis karena dosa, dan akhirnya, menangis karena pembinasaan Israel. Apakah kita peduli? Di dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus melakukan hal yang sama. Dalam Lukas 19:41 kita mendapati Yesus menangisi kota Yerusalam, dan di sini Ia berkata "O Yerusalem, Yerusalem, karena engkau tidak mengerjakan apa yang perlu untuk damai sejahtera, engkau akan dibinasakan." Kemudian di Lukas 13:34 Yesus berkata, "Yerusalem, Yerusalem, berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu...... tetapi kamu tidak mau!" Malapetaka menunggu mereka.
Ketika Tuhan Yesus disalibkan, terdapat beberapa orang perempuan yang menangisi-Nya. Akan tetapi Yesus berkata kepada perempuan-perempuan itu di Lukas 23:28, "Janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!" Tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu karena malapetaka akan menimpa bangsa Israel. Yesus menunjukkan belas kasihan-Nya kepada umat Allah.
Kita mendapati Paulus juga tahu apa artinya menangisi dosa gereja Tuhan. Ia menasihati jemaat Korintus agar menangis karena dosa yang dilakukan di dalam jemaat. Di 1 Korintus 5, Paulus berkata kepada jemaat Korintus, "Kamu tidak patut bergembira dan bersukaria. Kamu seharusnya belajar untuk menangis karena dosa yang telah dilakukan di tengah-tengah kamu." Beginilah yang dikatakan Paulus di dalam 1Korintus 5:2, "Sekalipun demikian kamu sombong! Dan kamu menganggap diri kamu begitu rohani? Hai orang Korintus, karena kamu dapat berbahasa lidah dan memiliki beberapa karunia roh di dalam gereja, kamu pikir kamu benar-benar sesuatu? "Tidakkah lebih patut kamu berdukacita dan menjauhkan orang yang melakukan hal itu dari tengah-tengah kamu?"Orang yang melakukan dosa seperti ini harus diusir dari jemaat. Menangislah karena dosa yang dilakukan di tengah-tengah jemaat! Dosa bukanlah sesuatu untuk dimegahkan. Marilah kita belajar untuk menangis.
Dalam 2 Korintus 12:21 kita menemukan hal yang sama sekali lagi: "Aku kuatir, bahwa apabila aku datang lagi, Allahku akan merendahkan aku di depan kamu, dan bahwa aku akan berdukacita terhadap banyak orang yang di masa yang lampau berbuat dosa dan belum lagi bertobat dari kecemaran, percabulan dan ketidaksopanan yang mereka lakukan." Mereka masih belum bertobat dari dosa-dosa tersebut. "Orang-orang Kristen ini masih belum bertobat dan karena itu aku akan berdukacita. Aku kuatir aku harus berdukacita ketika aku mendapati bahwa mereka belum bertobat." Tetapi gereja masa kini berkata, "Ah, itu tidak apa-apa. Kekudusan tidak penting." Kiranya Allah menjauhkan hal ini! Kita tidak berdukacita karena dosa. Kita pikir kekudusan tidak terlalu penting. Alangkah baiknya jika kita belajar untuk berdukacita!
Paulus menyatakan di Filipi 3:18, "Karena, seperti yang kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus." Paulus tidak hanya menyatakan kepada mereka, tetapi ia menyatakannya sambil menangis. Paulus memperingatkan mereka akan bahayanya dosa di dalam jemaat. Mereka hidup sebagai seteru salib Kristus karena "Tuhan mereka ialah perut mereka". "Kesudahan mereka ialah kebinasaan..... kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi." Oh kiranya kita belajar untuk menangis untuk jemaat Tuhan!
Nabi Yehezkial berkata kepada bangsa Israel, "Karena kamu tidak mau meratap dan menangis, maka "kamu tidak akan meratap dan menangis. Tetapi kamu akan hancur lebur karena hukumanmu......" (Yehezkial 24:23) Jika anda tidak berdukacita menurut kehendak Allah (yang disebut Paulus dalam 2 Korintus 7:10, dukacita menurut kehendak Allah lwn. dukacita yang dari dunia), maka anda akan berdukacita dengan dukacita yang dari dunia. Jangan pikir anda dapat melepaskan diri dari berdukacita. Waktunya akan tiba di mana anda akan meratap dan menggertak gigi, dan pada waktu itu, sudah terlambat untuk meratap dan menggertak gigi. Kita harus memilih antara dukacita menurut kehendak Allah, atau dukacita dari dunia. Anda harus membuat satu pilihan tetapi jangan pikir bahwa jika anda tidak ingin menangis sekarang, anda tidak akan menangis.
Sebagaimana telah kita baca dalam Lukas 6, mereka yang menangis sekarang akan tertawa kemudian; dan mereka yang tertawa sekarang akan menangis kemudian. Semua orang akan berdukacita, semua orang akan menangis. Persoalannya ialah: apakah sekarang atau kemudian; apakah kita menangis menurut kehendak Allah sekarang atau menangis dan menggertak gigi di neraka kemudian? Itulah pilihannya. Dosa akan membawa dukacita kepada semua orang, persoalannya ialah cepat atau lambat.
5. Menangis Karena Cinta Pada Yesus Dan Jemaat-NyaMari kita melihat pokok yang terakhir. Dari sini kita bergerak dari menangis karena dosa jemaat ke tahap yang berikutnya, di mana kita menangis karena kepedulian terhadap jemaat, tidak semestinya karena jemaat atau saudara-saudara kita telah berbuat dosa tetapi karena kerinduan untuk melihat mereka bertumbuh secara rohani. Perhatikan bahwa di setiap tahap di dalam kehidupan kekristenan kita mencucurkan air mata. Ada di antara kita yang menangis dalam keprihatinan, dalam kekuatiran untuk melihat saudara-saudara yang berdiri teguh dalam Kristus: agar mereka tetap berdiri teguh dan terus bertumbuh. Kita menyirami benih-benih itu dengan air mata. Benih-benih itu sedang bertumbuh.
Paulus memahami hal ini dengan baik sekali. Kita menangis karena cinta pada Kristus dan pada tubuh-Nya. Tuhan Yesus menyatakan di Matius 9:15 bahwa selama mempelai laki-laki masih ada bersama sahabat-sahabatnya, tak seorangpun yang akan berdukacita. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan menangis. Di dalam Markus 16:10, kita melihat bagaimana murid-murid-Nya menangisi Yesus, mempelai laki-laki itu, ketika Ia diambil dari mereka. Mengapa mereka menangis? Sekarang mereka menangis bukan karena dosa. Mereka menangis karena cinta mereka pada Yesus. Mereka menangis karena Yesus diambil dari mereka. Tetapi dukacita mereka berubah menjadi sukacita ketika Ia dibangkitkan dari kematian. Demikian pula, kita menangis sekarang bukan saja karena dosa-dosa gereja. Di tahap ini, tahap yang kelima ini, kita menangis karena cinta kita pada gereja sebagai tubuh Kristus, karena kita mencintai Yesus. Kita mengasihi Tuhan kita, Yesus. Kita menangis karena kepedulian terhadap tubuhNya, yaitu jemaatNya.
Paulus memahami pokok ini dengan begitu dalam sekali. Kita melihat mutu rasul ini dari Kisah Rasul 20:19. Berdoalah agar Allah memberi kepada kita beberapa orang seperti Paulus di generasi ini! Kisah 20:19 merupakan kata-kata perpisahan Paulus kepada jemaat di Efesus, kepada para penatua jemaat yang diajarinya selama tiga tahun. Perpisahan ini sangat menyedihkan karena Paulus amat mengasihi mereka. Mereka juga sangat mengasihi Paulus. Namun waktunya telah tiba untuk berpisah. Waktunya akan tiba di mana kita semua akan mengucapkan selamat tinggal, sekalipun kita telah berjuang bersama-sama di dalam peperangan yang sama; kita mungkin pernah menarik pedang bersama-sama di dalam peperangan rohani ini; kita pernah maju bersama-sama. Tetapi di dalam kehidupan ini, akan tiba suatu waktu di mana kita harus mengucapkan selamat tinggal. Di sini sudah tiba waktunya untuk Paulus mengucapkan selamat tinggal kepada jemaat di Efesus yang dikasihinya. Paulus melayani gereja Efesus selama tiga tahun, membangunkan mereka dan inilah yang dikatakan Paulus di ayat 19, "dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku." "Aku banyak mencucurkan air mata!" Oh, betapa dalamnya orang ini! Betapa dalamnya dan besarnya orang ini! Begitu besar kasihnya akan gereja. Ia melayani Tuhan dengan air mata. Ia menyirami benih-benih dengan air matanya sendiri.
Sekali lagi di fasal yang sama di ayat 31, di dalam kata-katanya yang terakhir kepada para penatua jemaat, ia mengatakan, "Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata." - air mata kasih dan peduli akan gereja. Di mana kita dapat menemukan orang-orang seperti ini pada generasi ini? Saya tidak tahu anda berada di tahap yang mana sekarang ini, apakah di tahap satu, jika anda masih belum percaya; tahap dua; tahap tiga; tahap empat atau tahap lima? Saya berdoa agar anda bertumbuh melewati semua tahap ini dan menjadi seorang manusia seperti Paulus, yang menangis bukan hanya karena dosa-dosa gereja tetapi menangis juga demi pertumbuhan jemaat Tuhan!
Di Yehezkiel 22:30, Allah berfirman melalui Yehezkiel, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." Aku mencari seorang, Aku mencari di tengah-tengah mereka (yakni, di tengah-tengah Israel), seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya. Allah sedang mencari, tetapi tidak menemukan seorangpun.
Mari kita baca ayat 29 di mana dikatakan, "Penduduk negeri," umat Allah, bangsa Israel, "melakukan pemerasan (pemerasan, tentu saja, dalam pengertian ini berarti mencari keuntungan dari orang-orang miskin) dan perampasan, menindas orang sengsara dan miskin dan mereka melakukan pemerasan terhadap orang asing bertentangan dengan hukum." Dan Aku mencari seorang tetapi Aku tidak dapat menemukan seorangpun. Lalu ayat 31 menyatakan, "Maka Aku mencurahkan geram-Ku atas mereka dan membinasakan mereka dengan api kemurkaan-Ku; kelakuan mereka Kutimpakan atas kepala mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH." Apa artinya ini? Allah sedang mencari seorang yang hendak mendirikan tembok dan mempertahankan negeri itu. Mempertahankan dari apa? Penghakiman Allah. Satu pelanggaran telah terjadi di antara umat Allah dan Allah sendiri. Demikian pula, satu pelanggaran sudah terjadi di antara gereja dan Allah sekarang ini. Allah sedang mencari seorang untuk mendirikan tembok untuk memperdamaikan kedua pihak. Apakah Ia dapat menemukan orang itu?
Nah, di gereja purba, Ia menemukan Paulus. Siapa yang akan ditemui-Nya sekarang ini? Orang yang bagaimana yang akan ditemui-Nya pada zaman ini? Mari kita tutup sekarang dengan membacakan satu mazmur. Mazmur 126:5-6, "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya." Indah sekali ayat ini! Allah sedang mencari orang-orang yang rela menabur sambil mencucurkan air mata dan mereka akan pulang dengan sorak-sorai. Begitu indahnya ajaran Tuhan Yesus. Kita dapat melihat begitu banyak kekayaan dipadatkan hanya ke dalam beberapa patah kata, "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." Menakjubkan sekali!
Khotbah Kedua Dari 10 Khotbah Tentang 'Ucapan bahagia'
Disampaikan oleh Pendeta Eric Chang
Khotbah Kedua Dari 10 Khotbah Tentang 'Ucapan bahagia'
Disampaikan oleh Pendeta Eric Chang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar