Rabu, 19 Januari 2011

Dapatkah kita tak menyakitiNya lagi

Apa yg kita kerjakan tidak selamanya lurus dijalan yg benar, ada kalanya kita menolak dianggap salah dengan dalih rohani sebagai alasan pembenar. Kekristenan bukan pilihan namun komitmen untuk konsisten hidup benar walau manusia kita masih bisa berbuat salah dan perlu diluruskan!


Untuk mendisiplin supaya makin dewasa dalam Kristus, perlukah hidup kita dikejutkan oleh kemarahan Tuhan? atau kita bersedia tidak menyakitiNya lagi ?

Matius 21:12-13
21:12 Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli  di halaman Bait Allah.  Ia membalikkan meja-meja   penukar uang  dan bangku-bangku pedagang merpati  21:13 dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa  .   Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.


Anggapan karena kita telah berjalan dijalur legal ,berkomitmen tepat sebagai hamba Tuhan, melayani secara fulltime & powerfull untuk Tuhan, merasa yg kita lakukan sudah benar dan jauh dari kecemaran dunia benarkah?
Tidak adanya otokritik terhadap mereka yg bekerja mengatasnamakan Tuhan, memaksa Tuhan merevolusi tatanan ibadah yg sudah tercemar pada saat itu. KemarahanNya dikerjakan supaya sekarang ini tahu bahwa betapa sakitnya Tuhan jika legalitas pelayanan yg kudus ternyata kita campur  aduk dengan nafsu duniawi..
Ironinya kemarahan Tuhan Yesus tidak dilakukan di pusat perbelanjaan (tempat transaksi) justru dilakukan di area pelayanan yg dipersepsikan sebagai kumpulan orang-orang yg jauh dari lumuran dosa.
Ada dua alasan mendasar kemarahan Tuhan Yesus:
1. Saat menjadi hidup kita batu sandungan bagi orang lain
( Menghalangi hak orang lain untuk boleh beribadah kepada Tuhan)
Tuhan Yesus marah karena : di halaman Bait Suci yg seharusnya menjadi tempat berdoa bagi orang-orang bukan Yahudi berubah fungsi sebagai tempat terjadinya transaksi ekonomi. Dengan adanya transaksi dagang di sana, tempat berdoa bagi orang bukan Yahudi menjadi tidak penting, sehingga orang-orang bukan Yahudi kehilangan akses untuk beribadah kepada Allah yg benar. hak beribadah mereka dikalahkan dengan kepentingan uang.
Keberadaan halaman bait Allah ini sangat penting, sampai Allah secara eksplisit mencatatnya dalam suatu janji kepada umatNya. 

Yesaya 56 :7
 “… sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.”,
tetapi bangsa Israel telah merubahnya menjadi sarang penyamun. 

Allah berjanji bahwa Dia akan menerima bangsa-bangsa (lain non Yahudi) di Bait Suci-Nya sebagai rumah doa bagi segala bangsa, bukan hanya bagi bangsa Yahudi. Segala suku, bangsa & bahasa boleh datang beribadah di Bait SuciNya.

Waktu Salomo mentahbiskan Bait Suci, 1 Raja 8:41-43,
Salomo berdoa “Ya TUHAN Allah kami, kalau ada orang asing yang datang dari negeri yang jauh dan datang ke tempat ini mencari nama-Mu dan berdoa kepada-Mu, kiranya Engkau 
mendengarkan dan menjawab doa mereka supaya mereka tahu bahwa Engkaulah TUHAN.”

Begitu pentingnya halaman bait Allah bagi ibadah orang-orang non Yahudi. sehingga sudah dirancang oleh Allah sendiri jauh-jauh hari sebelum pembangunannya. Ternyata di halaman bait Allah, tempat dimana semestinya bangsa-bangsa bukan Yahudi datang untuk sembahyang. Orang-orang Yahudi telah bersindikasi dengan para pemimpin agama untuk merombak secara formali fungsi “pelataran  bangsa-bangsa” menjadi tempat berjualan sehingga urusan tempat bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi untuk datang bersembahyang bukanlah hal yg perlu dipikirkan.
Inilah alasan utama mengapa  Tuhan Yesus begitu marah.. 
Tuhan Yesus berkata “… kamu telah menjadikannya sarang penyamun”. 
Kata lain dari penyamun adalah perampok, jadi apa yang mereka rampok. Mereka merampok hak bangsa-bangsa lain untuk datang bertemu, berdoa dan mengenal TUHAN : Allah Yang Sejati Yang Hidup. Hak bangsa-bangsa lain telah dirampas oleh orang Yahudi untuk mengeruk keuntungannya material belaka.

Pemilihan Allah terhadap bangsa Yahudi sebenarnya dalam kerangka menjadi saluran berkat tetapi bangsa Yahudi justru berhenti pada kebanggaan rasial sebagai bangsa pilihan Allah  dan tidak mau menjangkau bangsa-bangsa lain yg harusnya menjadi sasaran kebaikan Allah.
Bangsa Yahudi hanya berfokus pada berkat anugerah Allah bagi dirinya sendiri. Mereka merampok secara terang benderang apa yang telah disediakan Tuhan bagi bangsa-bangsa lain untuk menggemukkan diri sendiri.
Lebih jauh bangsa Yahudi ini bukan saja hanya tidak mau menjangkau bangsa-bangsa, tapi dengan sengaja mereka menghalangi bangsa-bangsa lain mencari Allah Yang Hidup dan Sejati. Perbuatan ini dianggap Tuhan Yesus sebagai dosa besar dan harus dibongkar!

Aplikasi:
Tidak mengkondisikan diri sebagai saluran berkat Allah didunia ini tidak dapat dikatakan sebagai kelalaian kecil atau hal yg lazim.
Tuhan Yesus menganggap berhentinya kita menjadi saluran kasih, penyuara kebenaran, pembawa terang adalah rapor merah gereja yg tidak dapat ditoleransi.

2. Saat meng-komersialisasi atas nama Tuhan

Mengapa Tuhan Yesus marah ketika melihat orang-orang yang berjualan di Bait Allah?  Tuhan Yesus marah karena para pedagang telah mengubah fungsi Bait Allah, dari tempat untuk beribadah menjadi tempat untuk mencari keuntungan materi. Yesus marah karena terdapat banyak perbuatan "kotor" di dalam Bait Allah. Bait Allah tidak dijadikan sebagai rumah doa, tetapi telah dijadikan tempat untuk perdagangan yang penuh dengan kecurangan dan penipuan.

a. Penipuan aturan persembahan hewan korban:
Datang menghadap Tuhan tidak boleh dengan tangan hampa sungguh mereka pahami. Dan mereka sudah mempersiapkan binatang korban dari rumah yg terbaik dari yg mereka punya namun betapa jahatnya mereka sesampai di pelataran bait Allah persembahannya ditolak dengan alasan teologis yg jlimet & tidak rasional sehingga umat Tuhan yang dengan tulus memberi persembahan korban kepada Allah diwajibkan mengganti hewan korban yg dibawa sendiri dengan hewan korban yang dijual di Bait Allah dengan harga yang sangat mahal. (telah di markup)


b. Penipuan aturan persembahan uang:

Mata uang tidak dinilai jumlah nominal & keabsahannya dipasar tetapi dipersoalkan asal negaranya. sehingga umat yang mau mempersembahkan uang harus mengganti mata uang Romawi atau negara asal mereka dengan mata uang Israel (dirham) yang nilai kursnya dimarkup (ditinggikan) akibatnya sangat memberatkan bagi para peziarah yang miskin

Kemarahan Tuhan Yesus  hendak meniupkan peluit bahaya.....Hai....lihatlah....Ada mafia pajak bait Allah, ada kecurangan di gereja, ada persekongkolah jahat di pelayanan.


mereka tidak segan untuk “merampok” kekayaan orang-orang miskin yang mau datang berdoa dan beribadah kepada Allah. Orang-orang yang datang ke Yerusalem untuk berdoa sangat dirugikan oleh perbuatan para "penjahat" Bait Allah. Oleh kerena itu, Yesus sangat marah dan membongkar tempat orang2 berjualan. Atas perbuatan Yesus ini.
Aplikasi:
dalam gereja saat ini, walaupun dalam bentuk yang berbeda. Banyak orang datang ke gereja bukan dengan spirit beribadah, melainkan untuk mencari relasi bisnis, mencari pasangan hidup, atau agar mendapat bantuan diakonia.
Memiliki relasi bisnis dengan sesama orang Kristen tidaklah salah, tetapi datang ke gereja dengan motivasi untuk memasarkan barang dagangan akan membuat seseorang sulit berkonsentrasi dalam beribadah.
Mencari pasangan hidup yang seiman merupakan hal yang seharusnya dilakukan, tetapi hal itu tidak boleh menggeser ibadah kita.
Mendapat bantuan diakonia pun juga tidak salah, tetapi hal itu tidak boleh menjadi tujuan dalam beribadah.
Kita yg bekerja melayani Tuhan juga masih mungkin berbisnis dalam pelayanan, dimana pelayanan kita jadikan tempat mata pencaharian yg dari pada  berkompetisi dalam market place yg membutuhkan lebih banyak keahlian. lebih mudah sekolah Alkitab bisa dapat uang kolekte (bukan persembahan)
Siapapun diri kita, tak usah menunggu Tuhan menyentak dengan kemarahanNya untuk mendisiplin kita. Kegeraman Tuhan Yesus di pelataran Bait Allah biarlah menjadi hajaran yg cukup bagi kita mereposisi komitmen pelayanan bagi kemuliaan Tuhan saja.
Kini saatnya kita tidak menyakitiNya lagi.....selamat melayani..selamat berkarya GBU
by. Haris Subagiyo (Gracia Ministry)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar